Senin, 31 Agustus 2015

Identifikasi Lontar masa kuliah

TUGAS FILOLOGI
IDENTIFIKASI LONTAR GAGURITAN DEWASA
Lambang IHDN Finist 1










Nama              : I Komang Budi Antara
Nim                 :10.1.1.7.1.3638
Kelas               : A
Semester         : VI










FAKULTAS DHARMA ACARYA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SATRA AGAMA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR
2013

KATA PENGANTAR



Om Suastyastu,                                        
Atas asung kertha wara nugaran Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini tepat pada waktunya, dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah “Filologi”.
Mengingat penyusunan karya tulis ini masih belum sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstuktif atau membangun sangat penulis harapkan demi sempurnya paper ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih dan mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan di hati pembaca. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi kita semua.
Om, Santih, Santih, Santih, Om.



6 Maret 2013,


Penulis

 










DAFTAR ISI
           
COVER......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I    PENDAHULUAN
1.1        Latar Belakang....................................................................... 1
1.2        Rumusan Masalah.................................................................. 2
1.3        Tujuan Penelitan ................................................................... 2
1.4        Manfaat  Penelitian................................................................ 2
BAB II   PEMBAHASAN
2.1        Pengertian Lontar.................................................................. 3
2.2        Identifikasi Lontar Gaguritan Dewasa.................................. 3
2.3        Persamaan dan Perbedaan Lontar Gaguritan Dewasa di Pusat Dokumentasi Denpasar Dengan Fakultas Sastra UNUD.......................................................... 9
BAB III PENUTUP
3.1        Simpula................................................................................. 11
3.2        Saran..................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA












BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Filologi merupakan imlu yang mempelajari naskah lama atau zaman dulu yang mengandung nilai kehidupan bagi masyarakat. Sesuatu yang akan menjadi suatu objek di dalam kajian filologi tidak akan terlepas dari teks ataupun naskah-naskah yang dipandang sebagai suatu hasil dari budaya yang merupakan karya-karya cipta sastra. Dimana naskah-naskah ataupun teks-teks yang menjadi obyek kajian ini dipandang sebagai suatu cipta sastra, dikarenakan teks yang terdapat di dalam naskah suatu karya sastra ini merupakan suatu keutuhan yang mengungkapkan suatu pesan atau filsafat. Naskah merupakan tempat atau sarana yang digunakan untuk menuliskan teks, dapat berupa buku, lontar, kertas, dan kulit kayu. Sedangkan teks merupakan isi atau kandungan atau muatan naskah yang bersifat abstrak yaitu hanya dapat dibayangkan saja yang merupakan ide-ide yang ingin disampaikan oleh pengaranng.
Beranjak dari ilmu filologi yang merupakan ilmu yang berhubungan dengan karya masa lampau yang berupa tulisan, yang mana di dalamnya terkandung nilai-nilai yang masih relevan dengan masa kini, menjadikan ilmu ini menarik untuk dipelajari agar nantinya dengan berbekal ilmu filologi ini kita dapat mengidentifikasi suatu naskah baik berupa lontar, prasasti ataupun bentuk lainnya, untuk dicermati nilai-nilai sosial yang positif yang terdapat di dalam naskah-naskah tersebut untuk dijadikan pedoman hidup bermasyarakat. Adapun lontar yang diidentifikasi adalah salah satu lontar yang berguna untuk dijadikan pedoman oleh masyarakat hindu di Bali pada khususnya yaitu mengenai hari baik atau hari buruk untuk memulai suatu pekerjaan yang mana di Bali lumrah disebut ala ayuning dewasa yang terdapat di dalam lontar “Gaguritan Dewasa” yang di dalamnya menguraikan hari baik dan buruk bagi suatu pekerjaan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan atas latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apakah yang dimaksud dengan lontar?
2.      Bagaimanakah identifikasi lontar Gaguritan Dewasa yang ada di Pusdok dengan lontar Gaguritan Dewasa yang ada di fakultas sastra Universitas Udayana?
3.      Adakah persamaan dan perbedaan lontar Gaguritan Dewasa yang ada di Pusdok dengan Gaguritan Dewasa yang ada di fakultas sastra Universitas Udayana?

1.3  Tujuan Penelitian
Adapun tujuan identifikasi lontar ini yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1.3.1        Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat lontar Gaguritan Dewasa dalam kehidupan masyarakat Hindu khususnya yang ada di Bali. Guna menambah wawasan dan informasi mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam naskah Gaguritan Dewasa.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus tujuan penelitian ini yakni untuk mengetahui perbedaan lontar Gaguritan Dewasa yang ada di Pusdok dengan lontar Gaguritan Dewasa yang ada di fakultas sastra Universitas Udayana.

1.4  Manfaat Penelitian
1.4.1        Secara teoritis temuan penulisan ini dapat memberikan sumbangan keilmuan bagi pengembangan/penyusun pembelajaran Filologi.
1.4.2        Bermanfaat sebagai bahan kajian bagi pihak lain yang berminat untuk meneliti permasalahan ini lebih lanjut.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Lontar
Kata lontar dalam bahasa Jawa disebut ron tal, "daun tal". Istilah “lontar” itu sendiri pada dasarnya berasal mula dari “ron-tal” yang merupakan daun pohon ental.  Istilah lontar itu sendiri di Bali digunakan untuk menyebut naskah yang terbilamg tua yang merupakan peninggalan budaya, di samping naskah-naskah yang tertulis pada kulit kayu, lempengan tembaga, perunggu dan benda lainya. Namun sekarang ini yang biasa disebut dengan “lontar” adalah daun ntal yang sudah berisi tulisan berbagai masalah atau cerita yang penting dan banyak mengandung nilai-nilai sosial ataupun keagamaan.

2.2 Identifikasi Lontar
2.2.1 Identifiksi Naskah Lontar I
Judul naskah                           : Gaguritan Dewasa
Nomor naskah                         : G / V / 6 /DOKBUD
Tempat penyimpanan naskah  : Pusat Dokumentasi Denpasar
Asal naskah                             : Grya Pakarangan, Bdkling
Keadaan naskah                      : Masih baik
Ukuran naskah                        : Panjang 35 cm, lebar 3,5 cm
Tebal naskah                           : 26 halaman, 27 lembar (lontar terakhir setengah isi)
Huruf, aksara, tulisan              : Bundar
Ukuran huruf                          : Sedang
Bentuk huruf                           : Bulat tegak
Cara penulisan                         : Pada lontar pertama judul geguritan kemudian pada lembar lontar kedua baru dimulai isi lontar, serta pada lembar lontar terakhir tidak terisi penuh. Penulisannya terurut dari kiri ke kanan serta satu lembar lontar secara keseluruhan hampir terisi tulisan di kedua sisinya.
Bahan naskah                          : Lontar
Bahasa naskah                         : Bahasa Kawi Bali
Bentuk teks                             : Gaguritan
Identitas pengarang                : Ida Made Ageng
Manfaat naskah                       : Untuk mengetahui dewasa ayu untuk melakukan kegiatan atau memulai suatu pekerjaan. Dimana dengan mengetahui hari baik atau hari buruk dalam memulai suatu kegiatan, nantinya akan bermanfaat bagi masyarakat untuk memperhitungkan atau mencari dewasa yang baik untuk kegiatan yang akan dimulai. Sehingga mendatangkan suatu berkah yang diharapkan.
Ringkasan lontar                     : Gaguritan dewasa ini ditembangkan dengan pupuh pangkur yang isinya secara ringkas adalah sebagai berikut:
Ring ajeng lontar gaguritan dewasa puniki nyobiahang parindikan pamungkah sane katembangang antuk pupuh pangkur. Yening artos antuk basa bali pamungkah pupuh puniki mateges sekadi:
“wenten sane patut kaanggen  paisengan
Anggen gagendingan kasambilang muruk nulis
Sakewanten kasep gumantine jati titian
Subane tua kuang pedas paninggalane lamur
Malih ngetor patigabag wiakti
Samben kawentenane tan sida mangelingin”
            Nanging daging Lontar geguritan dewasa puniki maosang indik dewasa ayu rikalaning iraga jagi nyumunin ngambil geginan. Ring lontar puniki wenten kabaos dina sane nenten patut nggambil pakaryan ngraabin inggih punika mawasta gnirwana. Ring dinane puniki taler kasengguh nenten dados mamula ring carik utawi tegal, krana akeh pacing nenten purun ngamargiang utawi ngasilang. Punika pakeling saking dresta kuna.
            Ring lontar puniki taler kawedarang indik dewasa ngawitin ngawinih, irika patutnyane ngitungin sane mawasta sad wara. Ring sad wara nemonin tungleh kabaosang becik nandur katimun, rikalaning nemonin aryang nandur saluiring palawija sane becik, yening sad wara nemonin urukung becik nandur kasumba, paniron dina becik matajuk, yening maulu nandur pari sane melah.
Lima kalimat awal                   :
Ong Awighnamastu tatastu astu namasidyi
Pangkur.
  1. Ada anggon paisengan, gending-gending, sambil muruk manulis, anghing kasep jati tuhu, suba tua babuyutan, kuang kedas, matane turing lamur, mangetor patigabag, samben tong sida ngingetin.
  2. Bane liu pelih pasang, len magantung, sastra bandhung maketig, ulu sukune twah langsut, katah mangorek timpalnya, tedung taling, saru baanya makidung, ngonek sastra maadukan, tatasang hya besik-besik.
  3. Ingerang munyi di sastra, yennya pelih, koang buin balikin, nyandhang pindoin ping telu, eda takut kasalahang, kedekin mabudhi bias, makidhung, pakuatin manakonang, teken anake ne ririh.
  4. Dulurin baan munyi santa, da babeki, keneh apang astiti, pangajah miwah pitutur, ane nyandang karesepang, to ulanin, ane ngicen pamitutur, anghing da papak linguang, munyi liu plajahin.
  5. Itung-itungang petpetreng, jroning hati, masih edha mbaang mampir, lemeng lemah tuahnya ditu, sastrane to anggon tungguan, da ngimpasin, gulik anggon tungtung tutur, cening ne mawak menak, sing pisan dadi kelidin.
Lima kalimat akhir      :
  1. Ngamimitin sarajja karya kasidan, dite balane cening, kala angin baran, sampi melah urukang, dadi becate tan sipi, enggal olihnya, matekap lamun gati.
  2. Ambul kene sida bapa midartjayang, kewala cening jati, resep madingehang, tutur bapa sakibeksa, kirang tatwa saking wiakti, mung bantas milwa, bareng milu mangramanin.
  3. Puput sinurat ring rahina, ca, u, wara pujiut, titi, pang, ping 10, sasih 10, rah, 1, teng 1, isaka 1911.
  4. Kang manyurat Ida Made Ageng, saking Buddha Kling, griya pkarangan, jinapit pande, jinapit telwah, kulwaningluah, pascimaning pande besi.
  5. Purwaning pande mas, wetaning luah krotok. Ampura 

2.2.2 Identifiksi Naskah Lontar II
Judul naskah                           : Gaguritan Dewasa
Nomor naskah                         : Krop. 378 No. Rt 599
Tempat penyimpanan naskah  : Fakultas Sastra Unud
Asal naskah                             : -
Keadaan naskah                      : Masih baik
Ukuran naskah                        : Panjang 45,5 cm, lebar 3,5 cm
Tebal naskah                           : 57 lembar
Huruf, aksara, tulisan              : Bundar
Ukuran huruf                          : Sedang
Bentuk huruf                           : Bulat tegak
Cara penulisan                         : Pada lontar pertama judul geguritan kemudian pada lembar lontar kedua baru dimulai isi lontar, penulisannya ditulis pada kedua sisi lontar. Pada lembar lontar terakhir terisi hanya satu sisinya saja. Penulisannya terurut dari kiri ke kanan.
Bahan naskah                          : Lontar
Bahasa naskah                         : Bahasa Kawi Bali
Bentuk teks                             : Gaguritan
Identitas pengarang                : -
Manfaat naskah                       : Untuk mengetahui dewasa ayu untuk melakukan kegiatan atau memulai suatu pekerjaan. Dimana dengan mengetahui hari baik atau hari buruk dalam memulai suatu kegiatan, nantinya akan bermanfaat bagi masyarakat untuk memperhitungkan atau mencari dewasa yang baik untuk kegiatan yang akan dimulai. Sehingga mendatangkan suatu berkah yang diharapkan.
Ringkasan lontar                     : Gaguritan dewasa ini ditembangkan dengan pupuh ginada yang isi lontarnya secara ringkas adalah sebagai berikut:
Ring ajeng lontar gaguritan dewasa puniki nyobiahang parindikan pamungkah sane katembangang antuk pupuh ginada. Yening artos antuk basa bali pamungkah pupuh puniki mateges sekadi:
“mangkin wenten sekar alit mungguh ring gaguritan
Mawinan kaungguhang ring gaguritan
Gaguritane pinaka tutur majeng ring anom-anome
Makarya gaguritan manut sekadi tutur sane patut
Yan tan antuk gaguritan nenten idep antuk ngelingang
Ngraine prasida inget yening sampun anggen gagendingan.”
Nanging daging Lontar geguritan dewasa puniki maosang indik dewasa ayu rikalaning iraga jagi nyumunin ngambil geginan. Ring lontar puniki wenten kabaos dina tali wangke. Tali wangke puniki nenten tios wantah dewasa sane maosang indik iraga nenten kapatutang numbas utawi makarya tali. Ring lontar puniki dewasa tali wangke puniki kabaosang ring likun tumpek ya dados masalah, ring wuku landep ring budane mawasta tali wangke, ring wariga wraspati nyaluk tali wangke, ring wuku kuningan ring sukrane tali wangke, miwah ring tumpek krulut ke wraspati malih mawali. Ring tumpek uye ka soma tali wangke, tumpek wayang dados masalah malih ka anggara ipun mangambah. Wenten taler kabaos dewasa dagdig rana ingih punika dewasa sane nenten becik rikalaning iraga jagi ngawitin patemon utawi rapat, sajabaning punika wenten taler kabaos dewasa sadana yoga inggih punika dewasa sane becik yening iraga pacing ngawitin usaha minakadi madagang.
Lima kalimat awal                   :
  1. Ong awighnamastu namasiwaya
  2. Puh ginada
  3. Ada kidung gaguritan, sangkan nya mungguh ring gurit, baan awak pikun belog, ngrambang dina litat puntul, entang nyane tuatra jumah, kapa silih makecap lantas ia ilang.
  4. Jani mangrare nuptupang, inget-ingetang di hati, ilang nyane bes makelo, kidung baan manuptupang, kocap dinane kagurit, tumpek landep sasih desta, rah nia sapta tenggek telu, tanggal ping lima tujunia, kocap neki, mreta masa to adan nya.
  5. Sada tanggal nya apisan, kasa tanggal nia ping dasa, ka karo tanggal ping lima, katiga apisan tuju, kapat tanggal ping molas, kalmia neki, ring panilemnia tujuang.
Lima kalimat akhir:
  1. Iki, nga, gaguritan doasa, druen fakultas sastra udiyana, Denpasar, Badung.
  2. Puput sinurat ring dina, wra, ka, mnail.
  3. Sasih 10
  4. Isaka
  5. 1885
2.3  Persamaan dan Perbedaan Naskah Lontar Gaguritan Dewasa di Pusat Dokumentasi Denpasar Dengan di Fakultas Sastra Udayana
2.3.1        Persamaan:
-          Sama-sama menceritakan tentang dewasa (hari baik dan hari buruk untuk memulai suatu kegiatan)
-          Dilihat dari segi bahan sama-sama terbuat dari daun ntal
-          Dilihat dari bentuknya, kedua lontar berbentuk gaguritan
-          Bahasa yang digunakan sama-sama bahasa kawi bali
2.3.2        Perbedaan:
-          Lontar gaguritan dewasa di Pusat Dokumentasi Denpasar menggunakan pupuh pangkur, sedangkan di Fakultas Sastra Udayana menggunakan pupuh ginada.
-          Ketebalan lontar geguritan dewasa  di Pusat Dokumentasi Denpasar berjumlah 27 lembar dengan panjang lontar 35 cm sedangkan di Fakultas Sastra Udayana 57 lembar, dengan panjang 45,5 cm.
-          Dari segi isinya memang sama-sama memaparkan tentang hari baik dan buruk (dewasa) akan tetapi kalimat-kalimat pada lontar yang satu dengan yang lain sangat berbeda, karena kemungkinan kedua lontar ini merupakan satu bagian tetapi ditulis dengan pupuh yang berbeda. Dilihat dari kalimat awal saja kedua lontar sudah sangat berbeda, namun pada intinya kedua lontar membicarakan masalah dewasa.

Jika dilihat dari penulisan aksaranya banyak penulisan aksara yang kurang tepat. Pada kedua lontar ini banyak sekali ditemukan penulisan aksara yang penulisannya salah atau tidak sesuai, misalnya pada lontar Gaguritan Dewasa di Pusat Dokumentasi Denpasar, yaitu sebagai berikut: Penulisan kata kedas dalam aksara Balinya ditulis kdas, begitu pula dengan kata-kata  mangetor ditulis mangtor , maketig ditulis maktig, pelih ditulis plih,  telu ditulis tlu, kakedekin ditulis kakdekin, teken ditulis tken, keneh ditulis kneh, astiti ditulis asatiti. Dan masih banyak lagi kesalahan-kesalahan yang serupa ditemui di dalam penulisan lontar tersebut. Begitu pula halnya dengan penulisan lontar di Fakultas Sastra Udayana, misalnya kata kanem ditulis knem




















BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Lontar Gaguritan Dewasa pada intinya menjelaskan ala ayuning dewasa atau yang lebih dikenal dengan sebutan hari baik dan buruk untuk membuat suatu benda atau memulai suatu kegiatan. Lontar Gaguritan Dewasa ini sebenarnya dapat dikaitkan dengan sistem wariga di Bali yang digunakan sebagai pedoman untuk mencari hari baik untuk melakukan suatu pekerjaan guna mencapai kesempurnaan hidup lahir dan bathin sebagai tujuan hidup dan agama Hindu.















Lampiran
























Foto Lontar di Pusat Dokumentasi Denpasar
Foto Lontar di Fakultas Universitas Udayana

PATUT
Satonden iraga kapetengan
Indayang telebin swadharmane
Enggalin
Swadharmaning ya i manusa
Ngarereh sane madan patut
           
            Sapunapi rupan patute
            Patut sane kenken madan patut
            Margiang
            Napi swadharmane
            Punika sampun patute

Mamaling swadharmane
Mamaling patute
Madaya corah swadharmane
Madaya corah patute
Napi ja swadharmane punika sampun patute

                                                                                                            Budi Antara





Apresiasi tehadap suatu karya sastra melibatkan tiga unsur menurut Squire dan Taba, diantaranya yaitu:
1.      Aspek Kognitif
Aspek kognitif yaitu berkaitan dengan pemahaman unsur-unsur kesastraan dalam hubungannya dengan kehadiran makna di dalamnya. Adapun aspek kognitif yang berkaitan dengan pemaknaan dalam puisi yang berjudul Patut di atas adalah memiliki suatu pemaknaan untuk mengingatkan masyarakat akan swadharmanya masing-masing yang dijalankan berdasarkan kebenaranannya yang nantinya akan berkaitan dengan buah hasil atau karma phala dalam kehidupannya.

2.      Aspek Emotif
Aspek emotif yaitu berkaitan dengan keterlibatan unsure emosi pembaca dalam menghayati unsur-unsur keindahan dalam teks sastra yang dibaca. Unsur ini juga bersifat subyektif yang mengandung konotasi yang bersifat metaforis. Adapun unsure emotif dalam puisi “Patut” adalah  bagaimana puisi tersebut menggambarkan keadaan di masyarakat yang mana pengarang disini melihat suatu keadaan di masyarakat yang pada era ini kebanyakan orang menghalalkan segala cara atau pekerjaan untuk mendapatkan apa yang ia inginkan atau untuk memenuhi hasratnya.

3.      Aspek Evaluatif
Aspek evaluatif yaitu berhubungan dengan penilaian terhadap karya sastra. Menurut saya puisi “Patut” ini cukup baik karena melihat dari unsur kognitif dan emotifnya puisi ini mendalami tentang keadaan di masyarkat sekarang ini yang berkaitan dengan swadharma dan karma phala akibat swadharma itu sendiri. Jadi melalui puisi ini kita mendapat suatu peringatan bahwa apa pekerjaanmu itulah dharmamu yang nantinya berakhir pada karma phalamu sendiri.

Hakikat Puisi
1.      Sense (tema)
Tema yang diambil dalam puisi yang berjudul Patut ini adalah bertema umum kehidupan sosial di masyarakat namun jika dilihat secara spesifik tema puisi ini lebih mengacu pada dharma dan swadharma.

2.      Felling (Rasa)
Felling atau rasa dalam puisi telah kita ketahui ada rasa antipasti, simpati, dan empati. Namun dalam puisi ini felling yang dapat kita rasakan adalah nilai simpatinya dimana puisi ini menunjukan suatu kepedulian terhadap keadaan di masyarakat.

3.      Tone (Nada)
Tone dalam puisi patut yang memiliki rasa simpati ini bernada himbauan atau ajakan serta tuntunan yang ditujukan kepada masyarakat untuk menjalani swadharmanya berdasarkan atas kebenaran.

4.      Intention (Amanat)
Dalam suatu karya sastra pastinya akan terselip suatu makna yang terkandung untuk menambah bobot baik tidaknya suatu karya sastra tersebut. Dalam puisi ini amanat yang terkandung di dalamnya adalah apa swadharmamu itulah dharmamu yang berakhir pada karma phalamu, yang artinya apapun pekerjaanmu itulah kebenaran menurut dirimu sendiri bukan untuk orang lain, jadi instopeksilah diri anda sendiri untuk memilih pekerjaan yang benar di matamu sendiri dan juga di mata orang lain. Sehingga dengan pekerjaanmu itu akan menghasilkan sautu hasil perbuatan yang baik ataukah tidak baik.

Metode Puisi
Metode puisi dilihat dari panca tunggal adalah sebagai berikut:
1.      Diksi
Diksi adalah pilihan kata dalam suatu karya sastra khususnya puisi. Adapun diksi dari puisi berjudul Patut di atas akan dilihat dari bait per bait puisi. Bait pertama puisi tersebut menggunaka pilihan kata yang mengacu pada ajakan yang ditujukan untuk orang-orang untuk menjalani kewajibannya. Bait kedua puisi tersebut menggunakan pilihan kata yang mengacu pada pemberitahuan kepada masyarakat untuk menjalankan apa kewajiban yang harus dijalankan. Sedangkan bait ketiga puisi tersebut menggunakan pilihan kata yang memperjelas makna bait kedua dengan bermaksud menekankan adanya buah hasil dari kewajiban atau pekerjaan yang dilakukan.

2.      Imagi
Imajeni adalah daya bayang pengarang dalam menciptakan suatu karya sastra. Adapun imajeni atau daya bayang puisi ini adalah dimana pada saat penciptaan puisi ini pengarang membayangkan tentang suatu kenyataan di masyarkat yang mengkhusus pada kegiatan mereka untuk memenuhi kebutuhannya yang mana banyak kita lihat cara apapun akan mereka lakukan untuk dapat memenuhi hasratnya atau keinginannya itu. Oleh karena itulah muncul suatu gagasan-gagasan dari pengarang yang dituangkan dalam sebuah bait-bait puisi yang berjudul “patut”

3.      Konkrit Word atau Kata Nyata
Dalam puisi berjudul patut terdapat kata-kata nyata yang digunakan, diantaranya adalah kata kapetengan dalam satonden iraga kapetengan. Jika dilihat secara denotasinya kata kapetengan disini dapat kita artikan kemalaman, akan tetapi secara konotasinya kata kapetengan tersebut bermakna tidak tahu akan apa-apa.

4.      Gaya Bahasa
-

5.      Persajakan
Di dalam puisi ini terdapat suatu persajakan yaitu sajak alitrasi. Yang paling jelas padanya sajak alitrasi pada puisi tersebut adalah pada bait terakhir. Terdapat pula pengulangan pada kata napi ja swadarmane punika sampun patute pada bait kedua akhir yang diulang pada bait ketiga akhir.

Dihubungkan dengan sloka Sarasamuscaya
Berbunyi:
“Kapwa Mati Kang Loka
Mahyun ring sukha asama-sama
Kunang apan yathacakti denyagawe
Dharmasadhana ya ta tinut nikang
Karma phala tinemunya”
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang di dunia berharap akan kebahagiaan yang tiada taranya, adapun karena kemampuan mereka hanya dapat melaksanakan dharma sesuai dengan dharmanya, itulah yang diikutinya sebagai karma phala yang diperoleh.

Perlu kita garis bawahi kata dharma sesuai dengan dharmanya dalam sloka tersebut yang berkaitan dengan tema puisi yang berjudul patut yaitu tentang dharma dan swadharma. Serta dalam amanat puisi ini juga mengungkapkan apa swadharmamu itulah dharmamu yang berarti apapun yang kamu lakukan itulah kebenaran menurut dirimu sendiri yang nantinya berakhir dalam lingkaran karma phala. Jadi dapat disimpulkan bahwa puisi berjudul Patut ini bersifat mengajak, mengingatkan, serta menuntun para pembacanya untuk dapat memilih swadharma yang benar untuk mencapai suatu kebahagian untuk dirinya, karena dari semua aktivitas atau kegiatan yang kita lakukan pasti akan membuahkan hasil dari kegiatan tersebut sehingga munculah lingkaran karma phala dalam suatu kehidupan. Serta dalam puisi ini juga disinggung apapun jenis kegiatan yang kita lakukan begitu pula karma yang siap menanti kita, karena swadharma yang dirinya lakukan pasti sudah memiliki suatu pembenaran tersendiri oleh dirinya.  Oleh karena itu melalui puisi ini bermaksud menuntun alangkah baiknya agar bisa mencari, memperoleh, dan menjalani swadharma yang baik menurut diri sendiri dan baik pula di mata orang lain












APRESIASI SASTRA
ASPEK, HAKIKAT, DAN METODE PUISI PATUT




OLIH:
I KOMANG BUDI ANTARA
10.1.1.7.1.3638







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA BALI
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA AGAMA
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
2013