Senin, 31 Agustus 2015

PATUT
Satonden iraga kapetengan
Indayang telebin swadharmane
Enggalin
Swadharmaning ya i manusa
Ngarereh sane madan patut
           
            Sapunapi rupan patute
            Patut sane kenken madan patut
            Margiang
            Napi swadharmane
            Punika sampun patute

Mamaling swadharmane
Mamaling patute
Madaya corah swadharmane
Madaya corah patute
Napi ja swadharmane punika sampun patute

                                                                                                            Budi Antara





Apresiasi tehadap suatu karya sastra melibatkan tiga unsur menurut Squire dan Taba, diantaranya yaitu:
1.      Aspek Kognitif
Aspek kognitif yaitu berkaitan dengan pemahaman unsur-unsur kesastraan dalam hubungannya dengan kehadiran makna di dalamnya. Adapun aspek kognitif yang berkaitan dengan pemaknaan dalam puisi yang berjudul Patut di atas adalah memiliki suatu pemaknaan untuk mengingatkan masyarakat akan swadharmanya masing-masing yang dijalankan berdasarkan kebenaranannya yang nantinya akan berkaitan dengan buah hasil atau karma phala dalam kehidupannya.

2.      Aspek Emotif
Aspek emotif yaitu berkaitan dengan keterlibatan unsure emosi pembaca dalam menghayati unsur-unsur keindahan dalam teks sastra yang dibaca. Unsur ini juga bersifat subyektif yang mengandung konotasi yang bersifat metaforis. Adapun unsure emotif dalam puisi “Patut” adalah  bagaimana puisi tersebut menggambarkan keadaan di masyarakat yang mana pengarang disini melihat suatu keadaan di masyarakat yang pada era ini kebanyakan orang menghalalkan segala cara atau pekerjaan untuk mendapatkan apa yang ia inginkan atau untuk memenuhi hasratnya.

3.      Aspek Evaluatif
Aspek evaluatif yaitu berhubungan dengan penilaian terhadap karya sastra. Menurut saya puisi “Patut” ini cukup baik karena melihat dari unsur kognitif dan emotifnya puisi ini mendalami tentang keadaan di masyarkat sekarang ini yang berkaitan dengan swadharma dan karma phala akibat swadharma itu sendiri. Jadi melalui puisi ini kita mendapat suatu peringatan bahwa apa pekerjaanmu itulah dharmamu yang nantinya berakhir pada karma phalamu sendiri.

Hakikat Puisi
1.      Sense (tema)
Tema yang diambil dalam puisi yang berjudul Patut ini adalah bertema umum kehidupan sosial di masyarakat namun jika dilihat secara spesifik tema puisi ini lebih mengacu pada dharma dan swadharma.

2.      Felling (Rasa)
Felling atau rasa dalam puisi telah kita ketahui ada rasa antipasti, simpati, dan empati. Namun dalam puisi ini felling yang dapat kita rasakan adalah nilai simpatinya dimana puisi ini menunjukan suatu kepedulian terhadap keadaan di masyarakat.

3.      Tone (Nada)
Tone dalam puisi patut yang memiliki rasa simpati ini bernada himbauan atau ajakan serta tuntunan yang ditujukan kepada masyarakat untuk menjalani swadharmanya berdasarkan atas kebenaran.

4.      Intention (Amanat)
Dalam suatu karya sastra pastinya akan terselip suatu makna yang terkandung untuk menambah bobot baik tidaknya suatu karya sastra tersebut. Dalam puisi ini amanat yang terkandung di dalamnya adalah apa swadharmamu itulah dharmamu yang berakhir pada karma phalamu, yang artinya apapun pekerjaanmu itulah kebenaran menurut dirimu sendiri bukan untuk orang lain, jadi instopeksilah diri anda sendiri untuk memilih pekerjaan yang benar di matamu sendiri dan juga di mata orang lain. Sehingga dengan pekerjaanmu itu akan menghasilkan sautu hasil perbuatan yang baik ataukah tidak baik.

Metode Puisi
Metode puisi dilihat dari panca tunggal adalah sebagai berikut:
1.      Diksi
Diksi adalah pilihan kata dalam suatu karya sastra khususnya puisi. Adapun diksi dari puisi berjudul Patut di atas akan dilihat dari bait per bait puisi. Bait pertama puisi tersebut menggunaka pilihan kata yang mengacu pada ajakan yang ditujukan untuk orang-orang untuk menjalani kewajibannya. Bait kedua puisi tersebut menggunakan pilihan kata yang mengacu pada pemberitahuan kepada masyarakat untuk menjalankan apa kewajiban yang harus dijalankan. Sedangkan bait ketiga puisi tersebut menggunakan pilihan kata yang memperjelas makna bait kedua dengan bermaksud menekankan adanya buah hasil dari kewajiban atau pekerjaan yang dilakukan.

2.      Imagi
Imajeni adalah daya bayang pengarang dalam menciptakan suatu karya sastra. Adapun imajeni atau daya bayang puisi ini adalah dimana pada saat penciptaan puisi ini pengarang membayangkan tentang suatu kenyataan di masyarkat yang mengkhusus pada kegiatan mereka untuk memenuhi kebutuhannya yang mana banyak kita lihat cara apapun akan mereka lakukan untuk dapat memenuhi hasratnya atau keinginannya itu. Oleh karena itulah muncul suatu gagasan-gagasan dari pengarang yang dituangkan dalam sebuah bait-bait puisi yang berjudul “patut”

3.      Konkrit Word atau Kata Nyata
Dalam puisi berjudul patut terdapat kata-kata nyata yang digunakan, diantaranya adalah kata kapetengan dalam satonden iraga kapetengan. Jika dilihat secara denotasinya kata kapetengan disini dapat kita artikan kemalaman, akan tetapi secara konotasinya kata kapetengan tersebut bermakna tidak tahu akan apa-apa.

4.      Gaya Bahasa
-

5.      Persajakan
Di dalam puisi ini terdapat suatu persajakan yaitu sajak alitrasi. Yang paling jelas padanya sajak alitrasi pada puisi tersebut adalah pada bait terakhir. Terdapat pula pengulangan pada kata napi ja swadarmane punika sampun patute pada bait kedua akhir yang diulang pada bait ketiga akhir.

Dihubungkan dengan sloka Sarasamuscaya
Berbunyi:
“Kapwa Mati Kang Loka
Mahyun ring sukha asama-sama
Kunang apan yathacakti denyagawe
Dharmasadhana ya ta tinut nikang
Karma phala tinemunya”
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang di dunia berharap akan kebahagiaan yang tiada taranya, adapun karena kemampuan mereka hanya dapat melaksanakan dharma sesuai dengan dharmanya, itulah yang diikutinya sebagai karma phala yang diperoleh.

Perlu kita garis bawahi kata dharma sesuai dengan dharmanya dalam sloka tersebut yang berkaitan dengan tema puisi yang berjudul patut yaitu tentang dharma dan swadharma. Serta dalam amanat puisi ini juga mengungkapkan apa swadharmamu itulah dharmamu yang berarti apapun yang kamu lakukan itulah kebenaran menurut dirimu sendiri yang nantinya berakhir dalam lingkaran karma phala. Jadi dapat disimpulkan bahwa puisi berjudul Patut ini bersifat mengajak, mengingatkan, serta menuntun para pembacanya untuk dapat memilih swadharma yang benar untuk mencapai suatu kebahagian untuk dirinya, karena dari semua aktivitas atau kegiatan yang kita lakukan pasti akan membuahkan hasil dari kegiatan tersebut sehingga munculah lingkaran karma phala dalam suatu kehidupan. Serta dalam puisi ini juga disinggung apapun jenis kegiatan yang kita lakukan begitu pula karma yang siap menanti kita, karena swadharma yang dirinya lakukan pasti sudah memiliki suatu pembenaran tersendiri oleh dirinya.  Oleh karena itu melalui puisi ini bermaksud menuntun alangkah baiknya agar bisa mencari, memperoleh, dan menjalani swadharma yang baik menurut diri sendiri dan baik pula di mata orang lain












APRESIASI SASTRA
ASPEK, HAKIKAT, DAN METODE PUISI PATUT




OLIH:
I KOMANG BUDI ANTARA
10.1.1.7.1.3638







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA BALI
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA AGAMA
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
2013



Tidak ada komentar:

Posting Komentar