PATUT
Satonden iraga
kapetengan
Indayang telebin
swadharmane
Enggalin
Swadharmaning ya i
manusa
Ngarereh sane madan
patut
Sapunapi rupan patute
Patut sane kenken madan patut
Margiang
Napi swadharmane
Punika sampun patute
Mamaling
swadharmane
Mamaling
patute
Madaya
corah swadharmane
Madaya
corah patute
Napi
ja swadharmane punika sampun patute
Budi
Antara
Apresiasi
tehadap suatu karya sastra melibatkan tiga unsur menurut Squire dan Taba,
diantaranya yaitu:
1.
Aspek Kognitif
Aspek kognitif yaitu berkaitan dengan
pemahaman unsur-unsur kesastraan dalam hubungannya dengan kehadiran makna di
dalamnya. Adapun aspek kognitif yang berkaitan dengan pemaknaan dalam puisi
yang berjudul Patut di atas adalah memiliki suatu pemaknaan untuk mengingatkan
masyarakat akan swadharmanya masing-masing yang dijalankan berdasarkan
kebenaranannya yang nantinya akan berkaitan dengan buah hasil atau karma phala
dalam kehidupannya.
2. Aspek
Emotif
Aspek emotif yaitu berkaitan dengan
keterlibatan unsure emosi pembaca dalam menghayati unsur-unsur keindahan dalam
teks sastra yang dibaca. Unsur ini juga bersifat subyektif yang mengandung
konotasi yang bersifat metaforis. Adapun unsure emotif dalam puisi “Patut”
adalah bagaimana puisi tersebut
menggambarkan keadaan di masyarakat yang mana pengarang disini melihat suatu
keadaan di masyarakat yang pada era ini kebanyakan orang menghalalkan segala
cara atau pekerjaan untuk mendapatkan apa yang ia inginkan atau untuk memenuhi
hasratnya.
3.
Aspek Evaluatif
Aspek evaluatif yaitu berhubungan dengan
penilaian terhadap karya sastra. Menurut saya puisi “Patut” ini cukup baik
karena melihat dari unsur kognitif dan emotifnya puisi ini mendalami tentang
keadaan di masyarkat sekarang ini yang berkaitan dengan swadharma dan karma
phala akibat swadharma itu sendiri. Jadi melalui puisi ini kita mendapat suatu
peringatan bahwa apa pekerjaanmu itulah dharmamu yang nantinya berakhir pada
karma phalamu sendiri.
Hakikat
Puisi
1. Sense
(tema)
Tema yang diambil dalam puisi yang
berjudul Patut ini adalah bertema umum kehidupan sosial di masyarakat namun
jika dilihat secara spesifik tema puisi ini lebih mengacu pada dharma dan
swadharma.
2. Felling
(Rasa)
Felling atau rasa dalam puisi telah kita
ketahui ada rasa antipasti, simpati, dan empati. Namun dalam puisi ini felling
yang dapat kita rasakan adalah nilai simpatinya dimana puisi ini menunjukan
suatu kepedulian terhadap keadaan di masyarakat.
3. Tone
(Nada)
Tone dalam puisi patut yang memiliki
rasa simpati ini bernada himbauan atau ajakan serta tuntunan yang ditujukan
kepada masyarakat untuk menjalani swadharmanya berdasarkan atas kebenaran.
4. Intention
(Amanat)
Dalam suatu karya sastra pastinya akan
terselip suatu makna yang terkandung untuk menambah bobot baik tidaknya suatu
karya sastra tersebut. Dalam puisi ini amanat yang terkandung di dalamnya
adalah apa swadharmamu itulah dharmamu yang berakhir pada karma phalamu, yang
artinya apapun pekerjaanmu itulah kebenaran menurut dirimu sendiri bukan untuk
orang lain, jadi instopeksilah diri anda sendiri untuk memilih pekerjaan yang
benar di matamu sendiri dan juga di mata orang lain. Sehingga dengan
pekerjaanmu itu akan menghasilkan sautu hasil perbuatan yang baik ataukah tidak
baik.
Metode
Puisi
Metode
puisi dilihat dari panca tunggal adalah sebagai berikut:
1. Diksi
Diksi adalah pilihan kata dalam suatu
karya sastra khususnya puisi. Adapun diksi dari puisi berjudul Patut di atas
akan dilihat dari bait per bait puisi. Bait pertama puisi tersebut menggunaka
pilihan kata yang mengacu pada ajakan yang ditujukan untuk orang-orang untuk
menjalani kewajibannya. Bait kedua puisi tersebut menggunakan pilihan kata yang
mengacu pada pemberitahuan kepada masyarakat untuk menjalankan apa kewajiban
yang harus dijalankan. Sedangkan bait ketiga puisi tersebut menggunakan pilihan
kata yang memperjelas makna bait kedua dengan bermaksud menekankan adanya buah
hasil dari kewajiban atau pekerjaan yang dilakukan.
2. Imagi
Imajeni adalah daya bayang pengarang
dalam menciptakan suatu karya sastra. Adapun imajeni atau daya bayang puisi ini
adalah dimana pada saat penciptaan puisi ini pengarang membayangkan tentang
suatu kenyataan di masyarkat yang mengkhusus pada kegiatan mereka untuk
memenuhi kebutuhannya yang mana banyak kita lihat cara apapun akan mereka
lakukan untuk dapat memenuhi hasratnya atau keinginannya itu. Oleh karena
itulah muncul suatu gagasan-gagasan dari pengarang yang dituangkan dalam sebuah
bait-bait puisi yang berjudul “patut”
3. Konkrit
Word atau Kata Nyata
Dalam puisi berjudul patut terdapat
kata-kata nyata yang digunakan, diantaranya adalah kata kapetengan dalam
satonden iraga kapetengan. Jika dilihat secara denotasinya kata kapetengan
disini dapat kita artikan kemalaman, akan tetapi secara konotasinya kata
kapetengan tersebut bermakna tidak tahu akan apa-apa.
4. Gaya
Bahasa
-
5. Persajakan
Di dalam puisi ini terdapat suatu
persajakan yaitu sajak alitrasi. Yang paling jelas padanya sajak alitrasi pada
puisi tersebut adalah pada bait terakhir. Terdapat pula pengulangan pada kata
napi ja swadarmane punika sampun patute pada bait kedua akhir yang diulang pada
bait ketiga akhir.
Dihubungkan
dengan sloka Sarasamuscaya
Berbunyi:
“Kapwa Mati Kang Loka
Mahyun ring sukha asama-sama
Kunang apan yathacakti denyagawe
Dharmasadhana ya ta tinut nikang
Karma phala tinemunya”
Artinya:
Sesungguhnya
orang-orang di dunia berharap akan kebahagiaan yang tiada taranya, adapun
karena kemampuan mereka hanya dapat melaksanakan dharma sesuai dengan
dharmanya, itulah yang diikutinya sebagai karma phala yang diperoleh.
Perlu
kita garis bawahi kata dharma sesuai dengan dharmanya dalam sloka tersebut yang
berkaitan dengan tema puisi yang berjudul patut yaitu tentang dharma dan
swadharma. Serta dalam amanat puisi ini juga mengungkapkan apa swadharmamu
itulah dharmamu yang berarti apapun yang kamu lakukan itulah kebenaran menurut
dirimu sendiri yang nantinya berakhir dalam lingkaran karma phala. Jadi dapat
disimpulkan bahwa puisi berjudul Patut ini bersifat mengajak, mengingatkan,
serta menuntun para pembacanya untuk dapat memilih swadharma yang benar untuk
mencapai suatu kebahagian untuk dirinya, karena dari semua aktivitas atau
kegiatan yang kita lakukan pasti akan membuahkan hasil dari kegiatan tersebut
sehingga munculah lingkaran karma phala dalam suatu kehidupan. Serta dalam
puisi ini juga disinggung apapun jenis kegiatan yang kita lakukan begitu pula
karma yang siap menanti kita, karena swadharma yang dirinya lakukan pasti sudah
memiliki suatu pembenaran tersendiri oleh dirinya. Oleh karena itu melalui puisi ini bermaksud
menuntun alangkah baiknya agar bisa mencari, memperoleh, dan menjalani
swadharma yang baik menurut diri sendiri dan baik pula di mata orang lain
APRESIASI SASTRA
ASPEK, HAKIKAT, DAN METODE PUISI PATUT
OLIH:
I KOMANG BUDI ANTARA
10.1.1.7.1.3638
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA BALI
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA AGAMA
FAKULTAS DHARMA
ACARYA
INSTITUT HINDU
DHARMA NEGERI DENPASAR
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar